LINTASIANA

↑ ,

Jangan Hanya Kau Bagi Asapmu

Akhir-akhir ini bumi terasap gelap udara di hirup pengap dan terasa sesak. Ternyata oh ternyata ada manusia egois yang sedang mengejar kekayaan diri dengan menghalalkan apa saja. Ya beginilah demi menghemat biaya pekerja pembersih lahan di gunakan cara yang menghemat tenaga dan biaya yaitu membakar lahan dan semak untuk lahan perkebunan. Tetapi ternyata api pembakaran lahan yang merupakan gambut tidak bisa dipadamkan dan merambat kemana-mana maka terjadilah bencana kebakaran yang memproduksi asap dan didistribusikan kemana-mana. Bingung dan panik senegeri ini dan berlangsung setiap tahun akan tetapi tidak teratasi? Adakah dalang intelektualnya karena seperti tidak ada habisnya?


Seperti diketahui umum lahan yang banyak terbakar di daerah perkebunan seperti Riau . Tetapi ironisnya setiap tahun terjadi dan pemerintah daerah tak berdaya alias ompong mengatasinya. Seperti tidak ada solusinya . Yang lebih menyedihkan negara ini menjadi pengekspor asap teratas penyebab polusi di Asean mungkin juga dunia maka tidak heran negara tetangga seperi Singapura dan Malaysia komplain atas kejadian ini.. Hukuman yang sangat ringan dan lemahnya penegakan hukum memperparah keadaan. Tetapi tahun ini kabut asap semakin meluas. Biasanya propinsi Riau yang selalu "mengekspor" asap ke daerah tetangga dan negeri jiran kini bertambah menjadi Jambi , Sumatera Selatan dan beberapa propinsi di Kalimantan juga melakukan. Kabut asap ini seakan membuka ke dunia luar betapa kurang seriusnya kita dalam mengatasi kebakaran lahan dan hutan. Betapa lemahnya hukum ditegakkan dalam menindak pelaku kebakaran hutan dan betapa bodohnya kita yang semena-menanya merusak kelestarian hutan kita. Padahal hutan adalah sumber kehidupan kita. Kerusakan hutan menyebabkan kerusakan ekosistem yang berakibat pemanasan global meningkat, susah mencari air bersih , kemarau semakin mudah terjadi serta bencana demi bencana berdatangan. Bencana alam banjir gampang melanda kita yang akan menjadi korban adalah kita sebagai rakyat jelata sementara pemilik perkebunan hidup mewah tanpa memperdulikan nasib rakyat disekitar perkebunan yang bakal sengsara.



Bukannya kita iri dengan kesuksesan para pengusaha perkebunan , petani sawit tetapi hendaklah berbagi yang baik berupa berbagi ilmu, berbagi kesuksesan atau berbagi keterampilan tetapi yang terjadi hanya asap yang dibagikan kepada kita sementara dalang pembakar hutan hidup gemerlap dengan berpoya-poya. Mungkin karena ringannya sanksi yang dijatuhkan pada pelaku pembakar hutan maka keadaan ini makin menjadi. Padahal akibat yang ditimbulkannya sangat besar. Gangguan kesehatan menjadi yang utama, terganggunya transfortasi darat laut dan udara yang mengakibatkan kerugian besar. Belum lagi merusak ekosistem wilayah tersebut.



Kita hanya bisa berharap pelaku pembakar hutan dan oknum yang khilaf mengawasi hutan dan perkebunan insyaf dan kembali kejalan yang benar. Karena bumi ini perlu di jaga kelestariannya agar lestari selamanya sehingga dapat diwariskan kepada anak cucu kita. Marilah kita mulai peduli pada sesama juga lingkungan yang membesarkan kita bukan hanya mengejar kesenangan pribadi belaka. Kesenangan semu yang tak ada ujungnya.


0 komentar:

Posting Komentar